Tarawangsa
Ngalaksa merupakan upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Rancakalong dalam rangka mengucap rasa syukur kepada Tuhan YME dan penghormatan kepada Dewi Sri atau yang di kalangan masyarakat Sunda dikenal dengan sebutan Sang Hyang Sri atau Nyi Pohaci atas panen padi yang baik dan sebagai motivasi agar panen padi yang akan datang bisa lebih baik dari musim panen sebelumnya. Disamping itu, sebagai penghormatan kepada leluhur yang dalam sejarah perjalanan Rancakalong, telah mencari, membawa bibit padi dari Mataram.
Kesenian tarawangsapun tidak lepas dari perjalanan sejarah tersebut. Menurut salah satu tokoh budayawan di Sumedang Cucu Sutaryadibrata, S.Pd., MM, tarawangsa ikut berperan dalam perjalanan mencari dan membawa bibit padi dari Mataram, yakni pada waktu membawa pulang bibit padi dari Mataram ke Rancakalong, sebagian bibit padi di simpan dan di sembunyikan di dalam ruang resonansi tarawangsa. Oleh karena itu, banyak keterkaitan antara kesenian tarawangsa dan upacara ngalaksa tersebut, baik dalam perjalanan sejarah maupun dalam proses upacara ritualnya.
Selama tiga hari tiga malam, warga adat melakukan tarian yang diiringi Jentreng Tarawangsa. Didahului oleh penari pria yang biasanya seorang ketua adat sebagai penari pembuka. Jentreng Tarawangsa berlangsung semalam suntuk. Sebuah pagelaran yang hanya diiringi alat musik sederhana, yakni tarawangsa sejenis alat musik gesek dengan dua dawai dan jentreng atau kacapi berukuran kecil dengan tujuh dawai. Alunan musiknya terasa lamban dan monoton, namun itulah yang membuat pendengar hanyut terbawa alunan musik. Konon, para penari akan mengalami trance (kondisi tenggelam atau terserapnya kesadaran)
No comments:
Post a Comment